Sunday, May 28, 2006

Bapa kok berat?

Bapa, Kok berat sih ?

Oleh: Angela Christy

Jam 7 malam. Sudah cukup lama aku berkutat dengan pekerjaanku. Akubersiap-siap untuk meninggalkan kantor. Dengan enggankuangkat tas berat itu ke pundakku. Beban yang menekandi pundakku terasa begitu mengganggu, tapi aku memangharus membawa tas ini. Di perjalanan pulang, aku mengendarai sepeda motorkumasih dengan konsentrasi pada tas yang membebanipundakku. Seorang anak kecil menyeberang dengan sepedanya tanpamelihat ke kiri dan ke kanan. Huh, aku memaki dalamhati. Kecil kecil sudah menyebalkan, gimana gedenyananti.

Aku melanjutkan perjalanan masih dengan sejuta omelandalam hati. Ingin rasanya cepat sampai di rumah,supaya aku bisa beristirahat. Suara klakson yang berbunyi nyaring mengagetkan akudari lamunanku. Kulirik spion dan kulihat seorang anakmuda dengan mobil mewahnya membunyikan klakson dengannada tak sabar. Huh, kenapa sih dengan orang-orang ini? Emangnya dia nggak lihat kalau jalanan emang lagimacet? Emangnya dikira enak membawa tas seberat ini?

Ketika sampai di rumah, ternyata perasaan nyaman yangkuimpikan tak dapat kutemui. Suasana hiruk pikukkeluargaku terasa seperti dentuman-dentuman keras dikepalaku. Lagi-lagi aku memaki dalam hati. Aku capek. Aku ingin istirahat. Berat sekali yangharus aku angkat. Kenapa sih nggak ada yang maumengerti?

Malam hari. Akhirnya aku memperoleh ketenangan. Akubisa tidur dan beristirahat. Tapi tas besar dan beratini terasa mengganggu sekali. Aku tak bisa tidur. Tapiaku tak bisa melepaskannya. Aku kesal.

"Bapa, kenapa sih berat sekali? Sungguh-sungguh sangat mengganggu " Aku mengeluh sambil meneteskan air mata. "Mengapa engkau tidak meletakkan tas itu anakKu?" "Tapi aku tak bisa Bapa" "Kenapa?" "Lihatlah, semua tas ini berlabelkan tanggung jawab.Semua harus aku bawa setiap saat, aku tak bisameletakkannya. Tas hitam yang paling besar ini, lihat tulisan didepannya, PEKERJAAN. Semua tanggung jawab pekerjaankuada di dalamnya. Lalu yang coklat ini, KELUARGA. Aku juga tak bisameletakkannya. Semuanya adalah bebanku. Dan yang biru ini, PELAYANAN. Engkau tentu tak inginaku meletakkannya bukan?" Aku berusaha menjelaskan.

Bapaku yang baik hanya tersenyum, lalu mendekatiku. "Kemarilah, Aku ingin melihatnya." Ia melihat tas hitam besar yang kuletakkan dipundakku. "AnakKu, engkau dapat meletakkan tas ini. Ini memangtanggung jawab pekerjaanmu. Dan engkau memang harusmenanggungnya. Namun saat engkau melangkah keluar darikantor, engkau dapat meletakkan tas ini di sampingmeja kerjamu. Tenanglah, tidak akan ada yangmengambilnya. Lagi pula semua isinya adalah tanggungjawabmu bukan? Percayalah, tak akan ada yang tertarikuntuk mengambil tas ini, sehingga keesokan hari, saatengkau kembali ke kantor, pasti tas ini akan tetap adadi sana, dimana engkau meletakkannya. Dan engkau dapatmengambilnya kembali dan melanjutkan tanggungjawabmu". Ia tersenyum menunggu jawabanku. "Benar Bapa, tapi aku tak dapat meletakkannya. Iamelekat terus di pundakku". Ia menatapku dengan penuh kasih, lalu perlahanmengambil tas itu dari pundakku. "Kemarilah anakKu. Di saat engkau tak dapatmeletakkannya, Aku dapat membantumu untukmeletakkannya. Dan esok, Aku pun dapat membantumuuntuk mengenakannya kembali." Ia meletakkan tas hitam itu di dekat tempat tidurku. Rasanya pundakku lega sekali. Tas paling berat yang selalu menekanku telah diambil. Aku menggerak-gerakkan pundakku sambil tersenyum. "Engkau benar Bapa, rasanya enak sekali. Ringan. Besokaku akan lebih siap untuk melanjutkan pekerjaanku.Esok, pasti tas itu tidak akan terasa terlalu beratlagi". Aku menatap wajah Bapaku yang penuh kasih. Sungguh indah senyum dan sinar mataNya.

Ia menatap tas coklat di pundakku. "Lalu itu? engkau tidak ingin meletakkannya juga?" "Bapa, aku tidak bisa. Ini adalah tanggung jawabKELUARGA. Kemanapun aku pergi aku harus membawanya." "AnakKu, Aku sungguh bahagia karena engkaumemperhatikan setiap tanggung jawab yang kuberikanpadamu mengenai keluargamu. Tapi engkau pun tak boleh lupa, bahwa keluargamupunadalah milikKu. Dan aku memelihara setiap kepunyaanKu.Engkau memang harus membawa tas itu bersamamu, tapisesekali letakkanlah, agar engkau dapat bermain denganbebas dengan keponakanmu, bercanda dengan kakakmu,atau sekedar berbincang dan bercerita dengan orangtuamu. Rasanya belakangan ini Aku jarang melihatmumelakukannya". Aku tertunduk malu. Ia benar. Aku membawa tas ini kemana-mana, dankulaksanakan setiap tanggung jawab untuk keluargaku,tapi sepertinya ternyata tas ini menjadi jauh lebihberharga dari pada kehadiran keluargaku sendiri. Sekali lagi Bapa mengambil tas dari pundakku. "Mari anakKu, letakkanlah. Di saat engkau perlu,letakkanlah. Karena engkau dapat yakin, walaupunengkau meletakkannya dan meluangkan waktu dengankeluargamu, Akulah yang akan tetap menjagamu dankeluargamu". Dan pundakku menjadi jauh lebih lega.

Kini hanya tinggal satu tas biru yang masih memberatipundakku. "Bapa, tas yang satu ini sungguh-sungguh tak dapatkuletakkan. Setiap saat setiap waktu aku harusmembawanya. Karena setiap detik kehidupanku adalahpelayananku untukMu. Engkau tentu tak ingin aku meletakkannya bukan?" "Hmm benar juga". Aku terkejut mendengar jawabanNya. Sepertinya agaktidak sesuai harapanku. Ia telah membantuku meletakkankedua tasku sebelumnya, dan sepertinya akusungguh-sungguh berharap agar tas ini juga dapatkulepaskan. "Mari coba kulihat tas itu" Ia melihat dan meraba tas biru yang masih melekat dipundakku. "Anakku, sepertinya ada yang salah dengan tasmu ini. Kemarilah, coba lepaskan".

Ia mengambil tas biruku. "Anakku, engkau benar. Aku ingin agar engkau selalumelayaniKu dalam setiap detik kehidupanmu. Danpercayalah, itu sungguh-sungguh menyenangkan hatiKu. Tapi sepertinya tasmu ini bahannya terlalu berat,sehingga menekan pundakmu terlalu berat." Kemudian Ia memberikan aku satu tas biru yang lain. "Ini, pakailah tas ini sebagai gantinya. Ini merupakantas dengan bahan KASIH.

Jika engkau meletakkan semuapelayananmu di dalamnya, niscaya engkau tidak akanterbebani dengan tasmu ini". Aku menerima tas baruku dari tanganNya, lalumemindahkan semua isi tas lamaku ke dalam tas berbahanKASIH itu. Aku mencoba mengangkatnya. Ternyata Bapaku benar. Tasitu kini terasa ringan dan sungguh nyaman di pundakku.

Aku memandangNya penuh kasih. "Terima kasih Bapa. Aku sungguh mengasihiMu. Terimakasih untuk pelajaranMu hari ini".

Just to read this has already change me a lot. It is releasing. So..there are time for everything..Let Him lead the way and everything will be perfect.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home